Biografi Seorang Guru Sukses
Biografi
Seorang Guru Sukses
- Iwan Tedjasukmana lahir di kota Kembang Bandung, pada tanggal 12 Juli 1944.
Ayahnya bernama Tjin Soen (Alm) berasal dari Singapura, sedangkan ibunya
bernama Rini Tedjasukmana (Almh) yang merupakan warga keturunan Cina. Dan
mereka memilih menetap di Kota Bandung tepatnya di Jalan Kebon Jati No. 140. Dari buah perkawinannya itu, mereka dikaruniai
tiga orang anak, dua putra dan satu putri. Dan Iwan Tedjasukmana merupakan anak terakhir atau
paling bungsu.
Orang tuanya
merupakan keluarga sederhana yang memiliki status kehidupan ekonomi biasa-biasa
saja, karena saat itu ayahnya hanyalah seorang Teknisi Kendaraan sebagai Pegawai
Negeri Sipil di Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) sedangkan ibunya hanyalah
seorang ibu rumahtangga saja. Dimana guna membantu meringankan beban ekonomi
keluarga, ibunda tercinta harus berjualan pepaya Cibinong, gado-gado, dan
asinan untuk menambah penghasilan keluarga. Hingga nantinya mereka dikenal orang
sebagai agen pepaya Cibinong!.
Setiap perubahan yang terjadi dalam hidup kita apalagi
yang mengecewakan, misalnya kehilangan orang yang sangat kita cintai memang
sangat menyedihkan. Dalam kehilangan, kita sering berpikir bahwa kitalah yang
paling menderita. Pola pikir seperti inilah yang sering membuat kita terlalu
lama terpuruk dalam kesedihan dan tidak segera bangkit. Padahal di sekitar kita
banyak orang lain yang lebih menderita. Karena itu kita harus segera bangkit
dan ikut 'rombongan sukacita' Tuhan. Ketika berjumpa dengan sukacita Tuhan,
segala dukacita akan dihapuskan. Inilah yang terjadi pada pada perjalanan hidup
Iwan kecil.
Pada tahun 1955, saat Iwan berusia sepuluh tahun, ayahandanya
yang dikenal Iwan sebagai pribadi pekerja keras, disiplin dan tegas, meninggal
dunia di usia muda yakni pada umur 48 tahun. Sepeninggal ayahnya tersebut, Iwan
dan kedua kakaknya dibesarkan oleh ibunda tercinta, Rini Tedjasukmana dengan
penuh kesabaran hingga mereka dewasa.
Biografi
Singkat Seorang Guru
Masa kecil merupakan periode kehidupan yang sangat
strategis bagi pembentukan kepribadian anak manusia di masa yang akan datang,
yaitu ketika menjadi manusia dewasa berikut keutuhan kepribadiannya. Karena
integritas kepribadian seseorang diawali pembentukannya sejak usia dini,
terutama ketika ia mulai mampu berkomunikasi dengan orang lain di
sekelilingnya. Pada usia ini seringkali ditandai dengan kenangan manis dan
kebahagiaan yang sulit terlupakan dalam proses perjalanan hidup. Segala tingkah
lakunya menjanjikan kecerahan rona kehidupan, sekaligus sebagai pijakan bagi
pengalaman di kemudian hari.
Sebenarnya proses pembentukan diri, melalui pendidikan
telah dilakukan sejak lahir, bahkan ketika masih dalam kandungan. Namun
pendidikan dalam arti proses komunikasi yang di dalamnya berisi bimbingan dan
pengajaran baru bisa dilakukan ketika anak sudah mampu melakukan komunikasi
timbal balik dengan pihak lain. Dalam hal ini orang tua adalah pendidik utama
dan pertama dalam rangkaian pembentukan diri seseorang. Itulah tugas para orang
tua yang mengukir kepribadian putra-putrinya dikelak kemudian hari.
Begitu pula rangkaian perjalanan kehidupan Iwan, di masa
kecil. Iwan lahir dan dibesarkan di
lingkungan keluarga yang sederhana, dan berkembang menjadi besar dalam
rengkuhan kasih sayang keluarga yang taat beragama. Masa kecilnya dimulai di Bandung, tepatnya di Jln
Kebonjati 140 sebagai tempat tinggalnya.
Ketika Iwan berumur 10 tahun atau pada waktu kelas 5 SD,
ayahandanya meninggal dunia. Kemudian Iwan dibesarkan oleh ibunda tercintanya,
Rini Tedjasukmana, yang berwirausaha kecil-kecilan. Usaha yang dijalankan
berupa berdagang pepaya, gado-gado, dan asinan. Sejak kecil, sebelum memasuki
sekolah umum, Iwan telah memperoleh pendidikan agama khususnya ajaran Kristen
dan kedisiplinan dari kedua orangtuanya.
Didikan orang tuanya terhadap Iwan penuh dengan kedisiplinan.
Hal ini sangat bermanfaat baginya kelak. Dan salah satu yang ditekankan orang
tuanya dalam mendidiknya yaitu dalam mengerjakan segala sesuatu harus selalu
tepat waktu. Sebagai contoh, biasanya jika orangtuanya akan berangkat ke suatu
tempat maka satu jam sebelumnya, mereka harus
sudah siap. Kebiasaan ini ternyata menurun terhadap Iwan dalam menjalani
kehidupan maupun karir. Misalnya bila ada tamu akan datang ke kantor atau rumah,
maka Iwan sudah bersiap-siap terlebih
dulu untuk menyambut tamu. Bahkan ketika akan masuk sekolah Iwan selalu tepat
waktu berada di sekolah. Itulah yang Iwan terima dari hasil didikan orangtua
tercinta.
Masa kecil Iwan seluruhnya dihabiskan di kota
Kembang Bandung,
tepatnya di Kebonjati. Mula-mula ia bermain di rumahnya di Kebonjati No. 140 tapi
akhirnya karena bosan ia sering bermain di dekat Rumah Sakit Kebonjati hingga
sampai sekitar Stasiun Kereta Api
Bandung. Area bermainnya masih berada
dalam daerah tersebut. Sehingga ketika memasuki usia sekolah, ia juga sekolah
di sekitar daerah tersebut, tepatnya di
SD (Dulu bernama SR atau Sekolah Rakyat) Maria Bintang Laut dari mulai TK
sampai SD.
Saat kecil, Iwan dikenal sebagai anak yang pendiam.
Tetapi seiring perjalanan waktu akhirnya ia berubah menjadi anak yang dikenal
aktif. Hal ini imbas dari pergaulannya bermain dengan teman-temannya yang
membuat Iwan kecil mulai mampu beradaptasi dan bergaul dengan limgkungan
sekitarnya.
Sebagai seorang anak kecil, Iwan juga senang bermain
dengan kawan-kawannya. Permainan yang sangat disukai adalah olahraga sepakbola yang berposisi sebagai
bek. Namun demikian pekerjaan rumah membantu kesibukan orang tua tidak pernah
ditinggalkan.
Semasa kecil, Iwan pun dikenal sebagai anak yang sedikit
nakal. Ia seringkali bermain ketika
harus belajar di sekolah maupun di rumahnya. Sehingga karena kenakalannya
tersebut, saat duduk dibangku kelas 5 SD, Iwan sempat tidak naik kelas karena
sikap nakalnya tersebut. Apalagi saat itu, ayahanda tercinta meninggal dunia,
otomatis bimbingan dan perhatian dari orang tua yang harusnya banyak ia peroleh semakin kurang,
dan secara tidak langsung itu berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.
Walaupun demikian sang ibu tercinta tetap sabar untuk memberikan
spirit dan memperhatikan perkembangan belajar Iwan. Akhirnya dengan didikan dan
dorongan ibunya, tahun berikutnya Iwan bisa naik ke kelas 6 SD. Tapi di kelas 6
SD, Iwan masih suka malas-malasan belajar. Sehingga sampai-sampai oleh kepala
sekolahnya yang seorang Suster yaitu bernama Suster Lusia, Iwan sempat
diberitahukan tidak boleh ikut ujian karena sifat malas dan kenakalannya. Sebab
saat itu, Iwan lebih sering bermain saja daripada belajar sehingga kemampuan
'otak'nya diragukan. Walaupun akhirnya ia diperbolehkan juga untuk mengikuti
ujian dan bisa lulus, bahkan Iwan pun bisa melanjutkan sekolah kejenjang yang
lebih tinggi, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan diterima di SMP Aloysius
yang merupakan sekolah cukup terkemuka dan top serta diminati masyarakat, khususnya
di kota Bandung.
Contoh Profil
Guru Untuk Mading
Dalam perkembangan kepribadian seseorang, maka masa
remaja mempunyai arti khusus, namun seringkali tidak begitu jelas seseorang
menempatkan dirinya pada masa itu. Pada masa ini merupakan perpindahan dari
masa anak menuju masa dewasa. Seorang anak dituntut selalu belajar memperoleh
tempat di dalam kehidupan masyarakat, baik melalui adaptasi maupun sosialisasi.
Biasanya proses ini diperoleh pertama-tama melalui pergaulan dengan teman
sebaya, sedangkan proses pembentukan dirinya tidak lepas dari identifikasi
dirinya dengan tokoh yang diidolakan.
Pada masa ini juga disebut dengan transition period karena remaja belum memperoleh status dewasa,
tapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak. Dipandang dari segi sosial, remaja
mempunyai suatu posisi marginal. Karena itu jika masa remaja ini terisi dengan
bimbingan, pengajaran dan meniru tokoh idola yang diidealisasikan, maka pada
masa dewasanya diharapkan dia mampu membentuk kepribadian dirinya seperti tokoh
yang diidolakan tersebut. Apalagi masa remaja juga dikenal sebagai periode
kehidupan manusia yang integritas kepribadiannya di waktu dewasa nanti sangat
diwarnai oleh kehidupan masa remajanya. Bahkan masa dewasa hanya sebagai masa
pengembangan "integritas kepribadian"nya di kala remaja.
Kehidupan masa remaja Iwan dimulai ketika masuk SMP
Aloysius. Kehidupan sewaktu di SMP tak banyak berubah, ia masih suka bermain,
apalagi karena murid di SMP Aloysius laki-laki semua sehingga kesukaannya
bermain daripada belajar semakin kuat. Akan tetapi kenakalannya masih dalam
taraf kewajaran. Suka bolos masih dilakukan, sehingga ketika suatu hari tatkala
ia tidak sekolah, pernah Iwan dijemput
oleh “blunder” yaitu Rohaniawan yang
tak menikah dan lebih banyak terjun dibidang pendidikan untuk menghadap ke
kantor. Dan berawal dari pemanggilan tersebutlah, akhirnya Iwan menjadi sadar
akan kesalahannya, sehingga dari situ ia mulai bangkit untuk belajar lebih giat,
walaupun jarak antara rumah dan sekolahnya cukup jauh pada waktu itu. Iwan
masih ingat disaat-saat akan memasuki masa ujian, ia dan teman-temannya seringkali
belajar di kuburan Pandu, disekitar daerah Jl. Djunjunan. Kala itu banyak pula siswa-siswi sekolah lain yang
menjadikan tempat tersebut, sebagai
tempat untuk beristirahat maupun belajar sambil membaca buku-buku pelajaran,
karena suasananya cukup enak dan tenang sehingga sangat kondusif dijadikan
tempat untuk belajar.
Dan yang membuat Iwan
ingin berubah menjadi anak baik dan mulai mentaati peraturan di sekolah, selain karena pada saat ada pelajaran budi
pekerti, juga karena adanya guru-gurunya
yang sangat memperhatikan dan memberikan teladan baik mengenai
kedisiplinan maupun sopan santun padanya, terutama Kepala Sekolah SMP Aloysius
bernama Bluder Bapak Atanasius dan Bapak Amitebun seorang guru ilmu pasti, yang
juga sangat perhatian terhadap anak didiknya.
Selain itu ada juga figur Bluder Bapak Agustinus, yang
sangat perhatian terhadap Iwan dan teman-teman, misalnya jika beliau pulang
dari Negara Belanda, ia selalu membawakan alat-alat permainan baru. Sehingga
sebelum jam masuk atau jam istirahat, murid-muridnya diperbolehkan bermain
memakai alat-alat tersebut, seperti panah-panahan, dan bila panahnya tertancap
pas disasaran atau jumlahnya banyak yang kena sasaran, maka bluder Bapak
Agustinus suka memberikan hadiah kepada anak didiknya yang bisa melakukannya.
Sehingga Iwan merasa betah sekolah di SMP Aloysius. Pada
saat SMP itu, ibunya sangat memperhatikan Iwan, sampai-sampai kalau mau sekolah
Iwan harus diantar oleh tukang becak langganan yang ditunjuk oleh ibunya,
begitu juga pulang harus menaiki becak langganan ibunya tersebut. Masa-masa di
SMP itu sangat indah dalam hidup Iwan. Ia merasa senang dan bahagia sekali biasa
belajar di SMP Aloysius.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMP-nya, Iwan melanjutkan ke sekolah SMA Aloysius, di
tempat dan lokasi yang sama. Sikap-sikap positif selama Iwan belajar di SMP, ia bawa juga di SMA Aloysius, dimana ia tetap
rajin dan disiplin dalam belajar. Dan semenjak sekolah di SMA itulah, bakatnya
dalam berolahraga dan keilmuan, terutama dibidang sepakbola, volly dan basket
semakin berkembang. Apalagi sekolah memiliki lapangan olahraga yang cukup besar,
sehingga ia bisa mengembangkan bakat dan minatnya tersebut. Bahkan karena bakat
yang dimilikinya dalam berolahraga, Iwan terpilih menjadi anggota tim sepak
bola di sekolahnya dengan menempati posisi sebagai bek/stoper. Masa-masa
tersebut baginya sangat berkesan dan menyenangkan.
Selepas lulus di SMA Aloysius, kemudian Iwan tanpa
menunggu waktu lagi langsung melanjutkan kuliahnya ke Fakultas Hukum
Universitas Parahyangan (UNPAR) Bandung.
Karena pada waktu itu, ia bercita-cita ingin menjadi seorang Polisi yang dari
cara berpakaiannya sangat menarik dan terlihat gagah. Ditambah lagi, ia sering melihat ayahnya yang saat itu bekerja
di AURI, dimana beliau juga sering berpakaian seragam montir sebagai pakaian
dinasnya.
Contoh
Biografi Seorang Guru
Seperti sudah diceritakan sebelumnya bahwa masa studi
Iwan di SMA Aloysius ia jalani dengan baik. Hal ini karena ia sangat rajin belajar. Sehingga kuliah di
Fakultas Hukum ia pun sangat rajin belajar, misalnya ikut grup belajar, seminar, diskusi, dan
sebagainya. Sehingga semenjak semester satu sampai tahun ketiga, ia lulus terus
dalam setiap mata kuliah dengan nilai
yang memuaskan, tidak ada satupun mata kuliah yang diulang.
Sampai akhirnya ia
berhenti kuliah karena tahun 1965 terjadi peristiwa pemberontakan G30S PKI.
Kemudian pada tahun 1966 terjadi demo-demo sehingga ia mogok kuliah kembali.
Lalu dari masa mogok itulah ia mengikuti pelatihan MENWA di
kampusnya. Dalam pelatihan menjadi
MENWA, diantaranya ia diberikan kursus
persiapan guru militer sehingga ia memiliki kemampuan menjadi guru militer. Dan
pada akhirnya ia dipercaya menjadi seorang instruktur di MENWA.
Iwan kemudian aktif sebagai aktifis mahasiwa. Ia mengikuti demo-demo. Tapi karena ia dari
MENWA sehingga ia bertugas dari segi pengamanan saja, seperti saat pengambil
alihan sekolah asing, Iwan ikut mengambil alih sekolah-sekolah asing tersebut,
dengan mendampingi teman-teman mahasiwanya dengan berpakaian preman. Iwan
ditugaskan sebagai pengamanan, dengan mulai masuk ke sekolah tersebut dan
setelah beres dan dirasakan aman semuanya maka anggota demo diperbolehkan masuk
olehnya. Hal itu Iwan lakukan disamping tugasnya sehari-hari membantu menjaga
keamanan kampusnya.
Pada tanggal 19
Agustus 1966, terjadi peristiwa tragis, ketika tertembaknya Jus Jusman di
UNPAR. Pada waktu kejadian tersebut, Iwan sedang menjaga kampusnya. Pada waktu
itu ia diberitahu bahwa UNPAR akan diserang oleh serombongan orang yang sudah masuk dari Balai Kota. Serombongan
orang itu masuk ke halaman UNPAR kemudian ia dan beberapa temannya keluar dan
mencoba menghalau serombongan orang itu yaitu dengan melepaskan
tembakan-tembakan ke atas sehingga mereka mundur ke Balai Kota. Kemudian ia
dengan beberapa temannya menunggu di belakang untuk mengantisipasi serangan
kembali. Iwan kemudian berinisiatif mundur kebelakang karena waktu ia berada di
halaman ternyata tembakannya meluncur ke bawah, sehingga ia berinisiatif untuk
mundur. Sedangkan pada waktu itu, di sebelahnya ada wakil komandan dan berkata
kepada wakil komandannya "Yop,ini pelurunya kebawah!". Sehingga ia
dan rekan-rekan mundur ke belakang, dan pada waktu memutar itu Jus Jusman
keluar dan ia pas terkena tembakan. Selain Jus Jusman, ada juga rekan Iwan yang
lain yang tertembak pada bagian kaki. Hal ini terjadi karena situasi saat itu menegangkan dan
saling terjadi baku
tembak.
Kematian Jus Jusman sangat membekas dalam dirinya karena
pada saat Jus Jusman jatuh ia berada di tempat kejadian. Dan temannya yang di
Jalan Merdeka bilang pada Iwan "Wan suruh bangkit orang (Jus Jusman-red),
suruh masuk" "Wah bagaimana caranya" pikirnya, karena saat itu
terus terjadi tembakan. Kemudian pada waktu itu ada dua tentara yang satu dari
RPKAD dan satu dari Kujang, mereka naik ke atas dan memberikan tanda bendera
putih mengajak untuk damai. Tetapi saat itu masih kacau, tembakan masih kerap
terdengar. Tapi sesudah dua tentara ini berjalan ke arah kampus, maka tembakan
sudah mulai mereda dan tidak ada tembakan lagi maka Jus Jusman diangkat dengan
tubuh mengeluarkan banyak darah sehingga ia digotong ke aula dan dibawa ke RS
Boromeus lewat jalan Sumarera.
Setelah kejadian di kampusnya itu, pada malam harinya
Iwan ditugaskan untuk menjaga darah Jus Jusman di rumah sakit, dan akhirnya Jus
Jusman meninggal dunia.
Setelah peristiwa itu terjadi, kemudian semua senjata
mahasiwa disita oleh KODAM. Walaupun senjata disita tapi demi keamanan
kampusnya, Iwan tetap harus menjaga keamanan kampusnya dengan berjaga-jaga.
Pada waktu itu panglima TNI belum memberikan
pengumuman bahwa serombongan yang menyerang UNPAR adalah kontra
revolusi, sehingga ia merasa khawatir dan sangat menegangkan jika mereka datang
menyerang dan ia bersama teman-temannya tidak memiliki senjata. Tapi syukur hal
itu tidak terjadi. Dan pada waktu pukul 1 dinihari panglima TNI mengeluarkan
siaran bahwa itu kontra revolusi, sehingga serombongan orang yang menyerang
UNPAR ditangkap semuanya. Walaupun demikian, Iwan dan rekan-rekannya menjaga
kampus sampai seminggu lamanya.
Kemudian pada tahun 1967 kesempatan datang padanya
tatkala ada temannya yang mau berangkat ke Jerman. Ia meminta Iwan untuk menggantikan
posisinya mengajar, sehingga kemudian Iwan mulai mengajar dengan mengawali
mengajar baris berbaris di pramuka, kemudian mengajar di kelas. Dari kegiatan
mengajar tersebut pada akhirnya membuat Iwan terlalu asyik mengajar sehingga
membuat ia lupa untuk melanjutkan kuliah kembali. Ia terus meninggalkan bangku
kuliah dan terus mengajar.
Beruntung Dosen
Pembimbing Iwan sangat baik dan memperhatikan Iwan. Dosen pembimbingnya selalu
mengingatkan Iwan agar Iwan menyelesaikan kuliahnya. Pada waktu itu Iwan sering
dipanggil menghadap dosen pembimbing dan diberi perhatian "cepat
selesaikan kuliah!"pesan dosennya. Akhirnya ia berhasil menyelesaikan
kuliah walapun dalam waktu yang cukup lama.
Setelah
menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum UNPAR dengan meraih gelar SH, pelajaran
yang didapat Iwan dari masa-masa
pendidikannya itu adalah kita ternyata tidak boleh melupakan belajar. Keasyikan
bertugas sebagai guru atau aktifis mahasiwa tidak boleh melupakan kita untuk terus
memperkaya diri sendiri dengan ilmu dengan mengikuti kuliah, atau dengan
membaca, dsb. Selain itu, ia mulai menyadari bahwa sebagai seorang guru tidak
bisa begitu saja mengajar seadanya, tapi harus melengkapi dengan berbagai
bidang keilmuan. Itulah Karangan
Biografi Guru Saya
menarik,,,
BalasHapus